sejaraha rao
Sejarah
Dalam konsep budaya Minangkabau, Rao merupakan wilayah rantau Minang di utara. Daerah ini menjadi bagian Kerajaan Pagaruyung sejak abad ke-16, yakni dengan ditempatkannya salah seorang raja yang bergelar Yang Dipertuan Padang Nunang Pada masa kepemimpinan kaum Paderi, Rao merupakan salah satu pusat pengajaran Islam di Sumatera Tengah, khususnya untuk ilmu logika (mantiq) dan ma'ani. Sejak kekalahan pasukan Paderi pada tahun 1838, Rao menjadi bagian kolonial Hindia-Belanda dan dimasukkan ke dalam karesidenan Padangsche Benedenlanden yang berpusat di Padang. Namun pada tahun 1891, pemerintah Hindia-Belanda menggabungkan Rao ke dalam wilayah residen Padangsche Bovenlanden yang berpusat di Bukittinggi.
Pada tahun 1840, Rao merupakan salah satu wilayah penghasil kopi di
pantai barat Sumatera. Untuk itu maka pemerintah kolonial segera
membangun sekolah (1845) dan jalur komunikasi jalan darat dari Air
Bangis ke Rao (1850-an). Sejak kemerdekaan Indonesia, Rao menjadi bagian Kabupaten Pasaman yang berpusat di Lubuk Sikaping.
Rao adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia. Kecamatan ini terdiri dari dua nagari dan 18 jorong. Sebelumnya kecamatan ini bernama Rao Mapat Tunggul,
yang kemudian dipecah menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Rao dan
Kecamatan Mapat Tunggul. Sejak era Reformasi, kecamatan Rao dimekarkan
kembali menjadi Kecamatan Rao, Kecamatan Rao Utara, dan Kecamatan Rao
Selatan
Penduduk
Orang Rao merupakan kelompok masyarakat Minangkabau, yang menganut sistem matrilineal, hidup bersuku-suku, dan berpenghulu. Dalam percakapan sehari-hari, masyarakat ini menggunakan Bahasa Minangkabau dialek Rao, yang mirip dengan logat Lima Puluh Kota, Batusangkar, dan Kampar.
Rao menjadi daya tarik masyarakat Luhak Nan Tigo, sejak ditemukannya tambang emas di daerah ini. Sejak itu maka berbondong-bondong, orang-orang dari Agam dan Lima Puluh Kota untuk bermukim disini. Pada pertengahan abad ke-18, banyak masyarakat Rao yang bermigrasi ke Tapanuli Selatan untuk menjadi guru dan pedagang. Mereka juga menyusuri Sungai Rokan dan Kampar, untuk pergi merantau ke Riau dan terus ke Malaysia. Di Malaysia, sebagian besar mereka bermukim di Negeri Sembilan, Pahang, dan Perak.
Gopeng, salah satu kota kecil di Perak, merupakan tempat yang banyak
dihuni para perantau asal Rao. Di Malaysia, masyarakat Rao dikenal
sebagai Orang Rawa (Rao dalam Bahasa Minangkabau berarti Rawa).
Selain kepindahan masyarakat Rao ke negeri luar, wilayah ini juga banyak dihuni oleh etnis dari Tapanuli. Pada masa Perang Paderi, para pedagang Minang banyak yang membawa etnis Batak
ke wilayah Rao. Selain untuk memperkuat barisan Paderi, kepindahan
mereka juga untuk mengisi tenaga kerja di wilayah ini. Di masa kolonial
Hindia-Belanda, banyak masyarakat Mandailing yang bermigrasi ke Rao. Tujuan mereka untuk mempelajari agama Islam dan menghindari zendingNasrani yang sedang marak di Tapanuli Utara.
Di tahun 1952, gelombang perpindahan orang-orang Tapanuli ke Rao
kembali terjadi. Namun kali ini perpindahan mereka dikarenakan alasan
politis. Dimana pemerintah Sumatera Barat, menolak ditempatkannya para
transmigran asal Jawa dan lebih memilih mendatangkan masyarakat Minang dari kabupaten lain, serta orang Mandailing dari Tapanuli Selatan.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Rao,_Pasaman
0 komentar: